Semakin PD dengan sertifikasi halal

SEMAKIN BERKEMBANG: Produk bedhag coffee yang sudah meraih sertifikasi halal mengikuti saat uji kualitas kopi untuk dipertemukan dengan buyer internasional di kafe tebing Taman Botani Sukorambi.

JEMBER, RADARJEMBER.ID Bisnis komoditas kopi semakin menjamur di Kabupaten Jember. Banyak bermunculan produk kopi hingga maraknya tempat nongkrong. Minum kopi sudah menjadi gaya hidup milenial di Indonesia, bahkan di dunia.

Peluang ini ditangkap oleh Doni A Waluyo, pemilik usaha kopi Bedhag Cofee di Jalan Jawa Kecamatan Sumbersari. Mengolah kopi dari hulu hingga hilir. Tak hanya menciptakan produk, namun juga membuat kedai kopi.

“Izin produk kami sudah lengkap sejak 2016, mulai dari PIRT, ijin industri dan lainnya,” kata Doni. Perkembangan yang cukup pesat membuatnya terus berusaha agar penjualan kopi meningkat. Tahun 2018 lalu, dia memperoleh sertifikat halal atas bantuan Bank Indonesia.

Menurut dia, sertifikasi halal membuat dirinya semakin percaya diri untuk memasarkan produk kopi. Sebab mampu menyajikan produk kopi yang halal pada pembeli. “Kalau kita mau memasarkan ke luar Jember, lebih diperhatikan oleh pembeli,” tambahnya.

Logo halal yang terdapat pada produk kopinya semakin membuat dagangan laris, tak hanya lokal, namun hingga tingkat nasional. Bahkan, produknya sudah masuk kategori ekspedisi karena bersertifikat halal. Dibawa ke Malaysia, Jepang, Korea hingga Jerman untuk dipamerkan.

Diakuinya, pasar produk kopi yang dimilikinya masih belum merambah pasar internasional. . Namun, Doni terus bergerak agar bisa tembus pasar internasional. Salah satunya mengikuti uji kualitas kopi untuk dipertemukan dengan pembeli internasional yang diselenggarakan BIN Cigar.

“Meskipun berlogo halal, harga masih tetap sama. Tetapi serapan pasar lebih banyak,” akunya. Dia bisa memasukkan produknya ke supermarket ternama, toko oleh-oleh hingga berbagai outlet. Untuk itu, Doni terus memperbaiki kemasan sesuai dengan Standart Nasional Indonesia (SNI) dan meningkatkan kualitas cita rasa. “Tak kalah penting adalah meningkatkan kepercayaan customer,” tandasnya.

Khairunnisa Musari pakar ekonomi syariah dari IAIN Jember menilai setelah produk kopi mendapat sertifikat halal, perlu penguatan kapasitas produksi. “Saya yakin permintaan akan kopi ini besar, terutama pada pasar internasional,” ucapnya.

Terutama pada Negara muslim yang mensyaratkan produk masuk ke negara mereka harus bersertifikasi halal. “Yang menjadi persoalan justru apakah produk kopi ini mampu memenuhi permintaan,” tegas sekretaris II DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Jawa Timur ini.

Sebagai penggiat ekonomi syariah, dirinya mendorong pemerintah dan stake holder melalui asosiasi profesi agar hadir mendorong ekonomi halal. Terutama bagi UMKM yang sudah memiliki sertifikat halal agar bisa menembus pasar luar.

“Bank Indonesia cukup intens melakukan pembinaan bagi UMKM, membantu pemasarannya,” tutur dosen fakultas ekonomi dan bisnis ini. Bahkan, juga termasuk motor penggerak ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia yang wujudnya pada sektor riil adalah pengembangan ekonomi halal.

Menurut dia, UMKM tidak bisa sendirian dalam mengembangkan usahanya. Butuh sinergi dan dukungan para stakeholder halal, termasuk dalam hal mengakses sertifikat halal maupun mengakses pembiayaan tanpa agunan sebagai insentif.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jember sepanjang 2014-2018, lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan masih menjadi penyumbang terbesar PDRB Kabupaten Jember. Kemudian disusul Industri Pengolahan.

“Lapangan usaha ini dapat menjadi prioritas untuk dikembangkan sebagai motor industri halal di Jember,” terangnya. Termasuk di Kabupaten Lumajang, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi.

Usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bergerak pada lapangan usaha tersebut perlu didorong untuk menghasilkan produk halal yang tidak hanya memenuhi pasar domestik, tapi juga pasar internasional. Apalagi adanya UU Jaminan Produk Halal (JPH) yang memaksa semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia ke depan harus bersertifikasi halal.

Khairinnisa menilai tantangan dalam mewujudkan industri halal adalah penciptaan ekosistem halal, yang turunannya berupa penguatan rantai nilai halal melalui industri halal. Kemudian penguatan keuangan syariah, penguatan UMKM, penguatan ekonomi digital dan penguatan ekosistem pendukung.

“Di Jember, penciptaan rantai nilai halal bisa melalui pesantren-pesantren atau usaha-usaha berbasis komunitas,” tuturnya. Selain itu, strategi yang bisa dilakukan bila merujuk pada Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), strategi utamanya penguatan ekonomi syariah.

Lalu diturunkan menjadi strategi dasar dengan mendorong kebijakan pemerintah daerah yang mendukung ekonomi syariah dan peningkatan sumber daya insani. “Strategi ini diturunkan lagi pada program kerja yang mengarah pada penciptaan rantai nilai halal, penguatan kelembagaan, dan penyediaan infrastruktur,” papar perempuan berkerudung ini.

Diakuinya, ekonomi halal ini merupakan amanat UU JPH yang bersifat wajib. Implikasinya adalah jaminan halal atas produk yang dikonsumsi. Sebab, halal bukan lagi menjadi simbol agama, tetapi halal juga menjadi simbol higienitas, keamanan, kenyamanan yang manfaatnya tidak hanya untuk masyarakat muslim semata.

Dia menegaskan, ekonomi halal sebagai arus baru perekonomian. Harapannya bisa menjadi motor bagi UMKM dan industri halal untuk turut membantu perbaikan defisit transaksi berjalan dengan mengerek ekspor Indonesia. “UMKM yang bergerak pada industri halal berpeluang menjadi penopang perekonomian domestik di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat,” imbuhnya.

Eksyar Berkembang, Indonesia Punya Peluang Besar

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Wilayah Jember Hestu Wibowo menambahkan untuk mendorong pengembangan potensi ekonomi syariah, membutuhkan dukungan keuangan syariah sebagai sumber pembiayaan aktivitasnya. “Sektor keuangan syariah ini mencakup sektor keuangan komersial,” ucapnya.

Seperti aset perbankan syariah, kapitalisasi pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non Bank Syariah lainnya temasuk Fintech syariah, maupun sektor keuangan sosial melalui optimalisasi zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF).

Menurut Hestu, sinergi yang berkesinambungan antara pihak yang berkepentingan, dapat mempercepat pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya di Jember. Yakni terpenuhinya kebutuhan produk halal oleh produk dalam negeri, peningkatan ekspor produk halal, dan peningkatan kinerja perbankan syariah serta Industri Keuangan Non Bank Syariah.

Secara nasional, kata Hestu, ekonomi dan keuangan syariah berkembang cukup baik. Sampai tahun 2018, market share ekonomi dan keuangan syariah mampu menembus porsi 8,50 persen terhadap ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.

Begitu juga di Jember, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah meningkat cukup tinggi. Mampu tumbuh sebesar 69,50 persen disertai tingkat Non Performing Financing (NPF) yang relatif kecil, yakni 1,54 persen hingga September 2019 “Porsi pembiayaan perbankan syariah terhadap total penyaluran dana di Jember mencapai 7,90 persen,” ungkapnya.

Perkembangan ekonomi syariah yang pesat memicu berbagai negara memanfaaatkan peluang ini. Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia punya peluang besar. Bukan sebagai pasar, namun mengambil posisi sebagai pemimpin. “Indonesia hampir selalu masuk peringkat lima besar dalam hal expenditure terbesar di dalam industri halal,” paparnya.

Untuk itu, Bank Indonesia berkomitmen mengembangkan lima aspek yang menjadi kekuatan ekonomi syariah di Indonesia. Yakni keuangan, kuliner, fashion, wirausaha dan hiburan.

Reporter : Bagus Supriadi

Fotografer : Bagus Supriadi

Editor : Bagus Supriadi