Kopi sehat ?

Apa kata mereka tentang kopi? Ayo kita simak bersama.
* WHO (Badan Kesehatan Dunia) :
– Kopi tidak membuat penggemarnya kecanduan.
– Tidak menyebabkan keropos tulang (Osteoporosis).
– Tidak meningkatkan tekanan darah maupun jantung koroner.
Hal ini disebabkan kandungan asam fenolat didalam kopi, yaitu polifenol yang bersifat antioksidan.

* Dokter Joe Vinson, ketua Tim Peneliti Universitas Scranton, Amerika Serikat.
– Antioksidan yang ada pada kopi bisa mencegah kanker, penyakit jantung, diabetis dan stroke.

* Penelitian di Universitas Harvard :
– Bagi perempuan baik untuk menjaga berat badan.
– Mengurangi risiko kanker usus besar sampai 25%, batu empedu sampai 45%, sirosis hati sampai 80%, parkinson 50-80%, serta asma sampai 25%.

* Rachel Huxley, peneliti dari Universitas of Sydney.
– Kafein dalam 1-2 cangkir kopi dapat menambah kecepatan berfikir dan inspirasi, membuat badan lebih segar, serta mengobati rasa kantuk dan lelah.
– 10 cangkir kopi yang diminum secara berturut-turut bisa menyebabkan keracunan dengan tanda-tanda gelisah, insomnia, diare dan bahkan bisa menyebabkan kematian.

(diolah dari sumber : Redaksi Health Secret).

Catatan : minumlah sewajarnya kopi Anda, 1-2 cangkir per hari tanpa tambahan bahan apapun.

Selanjutnya, masihkah Anda takut jadi penikmat kopi? Pesan kami : ‘jangan jadi peminum kopi tetapi jadilah penikmat kopi’.

Coffee Snob

Sekedar copas..

Coffee snob

Makin banyak orang yang menulis “I am a coffee lover” di berbagai akun media sosialnya. Coffee snob lebih dari sekadar coffee lover, lho. Coba cek ciri-ciri ini. Mungkin Anda adalah salah satunya.

1) Pokoknya Starbucks itu salah.

Tanpa mau peduli bedanya bentuk bisnis dan sifat kedai kopi international chain dengan third wave coffee shops, seorang coffee snob wajib menganggap mereka semua salah –terutama Starbucks. Biarpun barista Starbucks sudah jadi juara di Indonesia Brewers Cup 2016, seorang coffee snob akan tetap menganggap Starbucks itu salah. Walaupun Starbucks sudah bantu mempromosikan kopi Indonesia ke seluruh dunia, tetap saja seorang coffee snob tidak akan memamerkan Starbucks Card koleksinya.
(Tidak dipamerkan, tapi ada di dompet.)
Musuh lain para coffee snobs: kopi luwak dan iced cappuccino.
160924-abcd_8-ciri-coffee-snob_3
Pemberdayaan petani? Kopi spesial? Alahhh, pencitraan.

2) Koleksi t-shirt dan stiker kopi-kopian.

Tanpa kostum yang menampilkan kefasihan tentang kopi dan kecintaan mereka yang mendalam sekali pada kopi berkualitas tinggi, seorang coffee snob tidak akan berani keluar dari rumahnya. Kaos, topi, tote bag, dan stiker mobil dari Coffee Collective, Drop Coffee, Seven Seeds, Arabica Kyoto, Stumptown Coffee dan sejenisnya pasti jadi kebanggaan sekaligus pernyataan identitas diri. Bukan hanya itu, masker wajah dan luluran juga mesti dari kopi. Punya kebun di rumah? Pupuknya pun dari ampas kopi.

3) Bukan minum, tapi seruput.

Supaya terasa berbagai flavors dan notes dari secangkir kopi maka seorang coffee snob tidak akan meneguk, tapi selalu menyeruput. Selesai menyeruput wajahnya akan tampak berpikir-pikir serius dengan pandangan menerawang ke angkasa. Terkadang dibarengi dengan anggukan-anggukan kecil dan dahi yang sedikit mengerut.
Setelah itu, dengan hanya dipancing pertanyaan, “Bagaimana rasa kopinya?”, maka dari mulutnya akan keluar pembahasan rasa kopi itu sepanjang Pembukaan UUD 1945. Itu baru satu seruput, lho. Itu sebabnya seorang coffee snob bisa membuang waktu selama sejam untuk minum secangkir kopi saja. Dan, sesungguhnya, pemahaman cita rasa kopi yang paling agung hanya tercapai ketika kita menyeruput cappuccino.
160924-abcd_8-ciri-coffee-snob_1
Sendok kok buat ngaduk? Ceu, itu buat tasting, lagi.

4) Pesan yang tidak ada di menu.

Sudah ada espresso, double espresso, latte, cappuccino, piccolo dan flat white di menu. Namun, tentu selera seorang coffee snob terlalu sophisticated untuk bisa ditampilkan di papan menu yang diperuntukkan oleh peminum kopi biasa. Tanpa menoleh ke papan menu itu seorang coffee snob akan langsung saja minta Split. Atau, Magic. Atau, Tasting Flight. Quadrupple espresso. Pocahontas. Beelzebub.

5) Fasih bahasa kopi.

“Kalau varietal SL25 di-semi washed berarti acidity-nya tidak maksimal. Apalagi kalau elevasi-nya hanya 1.000 em-a-es-el. You pakai sistem steeping dan dripping juga percuma; nggak akan mengangkat acidity-nya. Mungkin kalau ada agitasi pas pre-infusion bisa bantu di first thirty seconds extraction-nya. Karena kalau nggak nanti bisa jadi under.”
Jangan nekat ajak debat lebih jauh. Lebih baik tawarkan air putih gratis saja. Tidak ada coffee snob yang tidak senang kalau disuguhi air putih gratis.
160924-abcd_8-ciri-coffee-snob_7
Airnya infused water ya, tolong. Supaya tasting palate kami bisa siap buat cangkir kopi berikutnya. Makasih.

6) Paham kopi kesukaannya hingga detil.

“Saya maunya double ristretto di 18 seconds, dan vessel-nya pas 150 ml, ya.” “Tolong dibuatkan pakai Kallita Wave dengan grind size 8,5 di EK43 dan airnya 92 derajat supaya jadi 88 derajat pas pouring, dan contact time-nya pas dua setengah menit ya – selesai atau ngga tetap langsung di-cut saja. Oh ya, paper filter-nya yang bleached ya.”
Coba telusuri ke bawah akun Instagram-nya sampai tahun lalu. Siapa tahu masih ada gambar Grande Choco Chips Frappuccino with Extra Caramel and Extra Cincau.

7) Alamat liburan: Melbourne dan Skandinavia.

Dan, kalau sudah liburan ke tempat-tempat ini, akun Instagram-nya akan penuh dengan foto-foto berbagai cangkir kopi di depan mesin espresso enam grup-nya Proud Mary, pengkolannya Tim Wendelboe di Oslo, bar-nya Coffee Collective, kursi-kursi di langit-langit Brother Baba Budan, dan seterusnya. Itulah pertanda bahwa seorang coffee snob sudah “naik haji”.
160924-abcd_8-ciri-coffee-snob_0
Biar afdol, supaya lebih ‘hidup menyatu dengan alam bebas’ a la manusia-manusia Skandinavia.

8. Kenal baik sama Matt, Tim dan Hide.

“Itu lho, si Matt waktu itu bilang bahwa levelling mestinya bukan begitu.”
“Kalau Tim sih waktu itu langsung ketemu sama petani-petaninya.”
“Gua sih ngelihat si Hide tamping tuh ngga kencang-kencang banget, ya.”
Pokoknya kesannya sudah “bro-bro”-an betul sama Matt, Tim, Hide dan tokoh-tokoh specialty coffee internasional lain. Padahal orang ini membaca artikel Matt Perger di baristahustle.com, atau baca company profile-nya Tim Wendelboe, dan menonton rekaman video penampilan Hidenori Izaki di World Barista Championship. Yah, pokoknya sebut nama depannya saja supaya kesannya seperti sudah jadi teman nge-bir di Legian sama mereka.
160924-abcd_8-ciri-coffee-snob_5_twitter
Ya, gitu deh bro. Asik emang si Matt orangnya.

oleh Ve Handojo
ABCD School of Coffee

8 Ciri Seorang Coffee Snob

SEJARAH KOPI

Mulai dari asal-usul tanaman hingga perdagangan biji kopi.

Sejarah mencatat tanaman kopi berasal dari Abyssinia,nama daerah lawas di Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Tidak banyak diketahui bagaimana orang-orang Abyssinia memanfaatkan tanaman kopi. Berbagai rujukan sejarah mengatakan kopi dipopulerkan sebagai minuman penyegar oleh bangsa Arab. Biji kopi menjadi komoditas komersial setelah dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman.
Di masa awal, bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan lewat Mocha, sebuah kota pelabuhan yang terletak di Yaman. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi. Demikian strategisnya pelabuhan tersebut dalam perdagangan kopi, sampai-sampai orang Eropa menyebut kopi dengan nama Mocha.
Memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Karena iklim Eropa tidak cocok untuk tanaman kopi, mereka membudidayakan tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Salah satunya di Pulau Jawa yang dikembangkan oleh bangsa Belanda. Untuk masa tertentu kopi dari Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir kopi lebih popular dengan sebutan “Cup of Java”, secara harfiah artinya “secangkir Jawa”.

ASAL USUL ISTILAH KOPI

Sebelum lebih jauh menelusuri sejarah kopi ada baiknya kita mulai dengan asal-usul kata “kopi” itu sendiri. Menurut Wiliam H. Ukers dalam bukunya All About Coffe (1922) kata “kopi” mulai masuk ke dalam bahasa-bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an. Kata tersebut diadaptasi dari bahasa Arab “qahwa”. Atau, mungkin tidak langsung dari istilah Arab tetapi melalui istilah Turki “kahveh”.
Di Arab istilah “qahwa” tidak ditujukan untuk nama tanaman tetapi merujuk pada nama minuman. Malahan ada beberapa catatan yang menyebutkan istilah tersebut awalnya merujuk pada salah satu jenis minuman dari anggur (wine). Namun para ahli meyakini kata “qahwa” digunakan untuk menyebut minuman yang terbuat dari biji yang diseduh dengan air panas. Biji tersebut diketahui berasal dari buah yang dihasilkan tanaman kopi.
Masih menurut Ukers, asal-usul kata “kopi” secara ilmiah mulai dibicarakan dalam Symposium on The Etymology of The Word Coffee pada tahun 1909. Dalam simposium ini secara umum kata “kopi” diyakini merujuk pada istilah dalam bahasa arab “qahwa”, yang mengandung arti “kuat”.
Ada juga pihak yang menyangkal istilah kopi diambil dari bahasa Arab. Menurut mereka istilah kopi berasal dari bahasa tempat tanaman kopi berasal yakni Abyssinia. Diadaptasi dari kata “kaffa” nama sebuah kota di daerah Shoa, di Selatan Barat Daya Abissynia. Namun anggapan ini terbantahkan karena tidak didukung bukti kuat. Bukti lain menunjukkan di kota tersebut buah kopi disebut dengan nama lain yakni “bun”. Dalam catatan-catatan Arab “bun” atau “bunn” digunakan untuk menyebut biji kopi bukan minuman.
Dari bahasa Arab istilah “qahwa” diadaptasi ke dalam bahasa lainnya seperti seperti bahasa Turki “kahve”, bahasa Belanda “koffie”, bahasa Perancis “café”, bahasa Italia “caffè”, bahasa Inggris “coffee”, bahasa Cina “kia-fey”, bahasa Jepang “kehi”, dan bahasa melayu “kawa”. Pada faktanya hampir semua istilah untuk kopi di berbagai bahasa memiliki kesamaan bunyi dengan istilah Arab.
Khusus untuk kasus Indonesia, besar kemungkinan kata “kopi” diadaptasi dari istilah Arab melalui bahasa Belanda “koffie”. Dugaan yang logis karena Belanda yang pertama kali membuka perkebunan kopi di Indonesia. Tapi tidak menutup kemungkinan kata tersebut diadaptasi langsung dari bahasa Arab atau Turki. Mengingat banyak pihak di Indonesia yang memiliki hubungan dengan bangsa Arab sebelum orang-orang Eropa datang.

LEGENDA DAN MITOS

Siapapun yang mencoba menelusuri asal-usul kopi mungkin akan menemukan dua legenda yang sangat terkenal. Yakni cerita “Si Kaldi dan kambingnya” dan cerita “Ali bin Omar al Shadhili”. Kedua legenda ini menceritakan awal manusia mengolah buah kopi.

Cerita ini diambil dari legenda yang berkembang di Etiopia. Syahdan terdapat seorang pemilik kambing bernama Kaldi. Pada suatu hari si Kaldi mendapati kambingnya hiperaktif, melompat ke sana kemari seperti sedang menari. Setelah diselidiki ternyata kambingnya telah memakan buah beri merah dari pohon yang belum dikenali. Dengan rasa penasaran si Kaldi mencoba buah tersebut. Setelah memakannya ia mendapati dirinya berperilaku seperti kambingnya.
Si Kaldi melaporkan kejadian ini ke seorang biarawan. Si biarawan tertarik dengan cerita si Kaldi dan ia pun mencoba buah tersebut. Efeknya si biarawan merasa seperti mendapat tenaga ekstra, ia bisa terjaga di malam hari tanpa mengantuk untuk berdo’a. Karena rasa buah ini sedikit pahit, biarawan lain mulai mengolahnya dengan memanggang dan menyeduh buah tersebut. Sejak itu kopi dikenal menjadi minuman yang bisa memberikan kekuatan ekstra dan mengusir kantuk.
Ali bin Omar al Sadhili
Konon di kota Mocha, Yaman, hidup seorang tabib sekaligus sufi yang taat beribadah, namanya Ali bin Omar al Shadhili. Omar terkenal sebagai tabib handal yang bisa menyembuhkan penyakit dengan memadukan tindakan medis dan do’a. Namun sepak terjang Omar tidak disukai oleh penguasa lokal. Dengan berbagai intrik Omar digosipkan bersekutu dengan setan untuk menyembuhkan pasiennya. Akhirnya masyarakat kota Mocha mengusir Omar ke luar kota.
Setelah terusir dari kota, Omar berlindung di sebuah gua yang ia temukan dalam perjalanan. Ia mulai kelaparan dan menemukan buah beri berwarna merah. Omar memakan buah itu untuk mengusir rasa laparnya. Karena rasanya pahit, ia mulai mengolah buah itu dengan cara memanggang dan merebusnya.
Namun biji kopi yang telah diolah Omar tetap tidak bisa dimakan. Ia pun hanya bisa meminum airnya. Tak disangka air yang ia minum memberikan kekuatan ekstra. Singkat cerita, air seduhan yang dibuat Omar mulai terkenal. Banyak orang yang memintanya kepada Omar. Hingga fenomena terdengar penguasa kota. Kemudian Omar dipanggil kembali untuk tinggal di kota. Obat mujarab berupa cairan hitam tersebut disebut dengan nama Mocha.

BUDIDAYA TANAMAN KOPI

Asal usul tanaman
Hampir semua literatur yang membahas sejarah kopi menyetujui asal mula tanaman kopi dari Abyssinia, suatu wilayah di Afrika yang dahulu ada di bawah Kekaisaran Etiopia. Saat ini wilayah tersebut mencakup teritori negara Etiopia dan Eritrea. Di masa awal semua tanaman kopi yang dibudidayakan merupakan jenis kopi arabika (Coffea arabica).
Dari Abyssinia tanaman kopi dibawa dan dibudidayakan di Yaman. Diperkirakan tanaman kopi mulai dibudidayakan di Yaman pada tahun 575 Masehi. Pada masa ini perkembangan budidaya kopi berjalan lambat. Biji kopi hanya diperdagangkan ke luar Arab lewat pelabuhan Mocha di Yaman.
Para pedagang Arab mencoba melindungi eksklusifitas tersebut dengan mewajibkan merebus biji kopi yang akan diperdagangkan. Dengan harapan biji kopi tersebut tidak bisa ditumbuh menjadi tanaman.
Penyebaran ke Asia Selatan dan Asia Tenggara
Upaya untuk mengisolasi biji kopi oleh para pedagang Arab tidak berhasil. Pada tahun 1616 orang Belanda berhasil membawa tanaman kopi dari pelabuhan Mocha ke Holand, Belanda. Tahun 1658 bangsa Belanda mulai mencoba membudidayakan tanaman kopi di Srilangka. Tidak ada laporan budidaya tanaman ini menuai sukses besar.
Diketahui juga orang-orang Eropa pernah mencoba membudidayakan tanaman kopi di Dijon, Perancis. Namun upaya ini gagal total, kopi tidak bisa tumbuh di tanah Eropa.
Selain lewat pelabuhan ternyata banyak pintu masuk lain yang memungkinkan lalu lintas perdagangan biji kopi. Salah satunya lewat perjalanan para peziarah yang ingin berhaji ke Mekah dan Madinah. Pada tahun 1695 Baba Budan, seorang peziarah dari India, berhasil membawa biji kopi produktif ke luar Arab. Ia membudidayakan tanaman kopi di Chikmagalur, India bagian Selatan.
Pada tahun 1969 Belanda mendatangkan kopi dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Tanaman kopi tersebut berasal dari biji yang di bawa dari Yaman ke Malabar. Tanaman kopi yang tersebut ditanam di Kadawung, namun upaya ini gagal karena banjir.
Tiga tahun kemudian Belanda mendatangkan kembali stek kopi dari Malabar. Upaya kali ini menuai sukses. Kopi tumbuh dengan baik di perkebunan-perkebunan di Jawa. Hasil produksinya menggeser dominasi kopi Yaman. Bahkan saat itu Belanda menjadi pengekspor kopi terbesar di dunia.

Penyebaran ke Amerika dan kepulauan sekitarnya
Kopi didatangkan ke wilayah Amerika dan kepulauan di sekitarnya lewat dua pintu. Di mulai pada tahun 1706 ketika Belanda membawa tanaman kopi dari Jawa ke kebun raya di Amsterdam. Dari Amsterdam tanaman kopi di bawa ke Suriname. Sebagian lain diberikan sebagai hadiah kepada Raja Louis XIV di Paris.
Pada tahun 1720 tanaman kopi dari Paris dibawa untuk ditanam di koloni Perancis di Kepulauan Karibia. Kisah perjalanan tanaman kopi sangat populer. Diceritakan sebuah pohon kopi yang di bawa dengan kapal Perancis bisa tetap hidup karena disirami dengan air minum milik petugas pembawanya. Semua tanaman kopi yang berasal dari sumber di Amsterdam ini dikenal dengan kultivar Typica.
Jalan lain tanaman kopi masuk ke Amerika lewat Pulau Bourbon, sekarang La Reunion. Tanaman berasal dari biji yang diberikan oleh utusan Sultan Yaman kepada Raja Louis XIV pada trahun 1715. Perancis menerima 60 butir benih kopi di Bourbon. Kemudian benih ini menyebar ke daerah jajahan Perancis di Amerika dan daerah lainnya. Tanaman kopi ini dikenal dengan kultivar Bourbon.
Kedua kultivar kopi arabika, yakni Typica dan Bourbon dipercaya menjadi sumber tanaman kopi yang saat ini dikembangkan di berbagai perkebunan.

BUDAYA MINUM KOPI

Dokumen tertulis yang paling tua tentang kopi ditemukan dalam catatan Al Razi (850-922) seorang ilmuwan muslim yang juga ahli kedokteran. Dia menyebut suatu minuman yang ciri-cirinya mirip kopi dengan sebutan bunshum.
Catatan ini diperkuat oleh seorang ahli kedokteran setelahnya, Ibnu Sina (980-1037 ), yang menggambarkan sesuatu biji yang bisa diseduh dan berkhasiat menyembuhkan salah satu penyakit perut. Semua keterangan yang diberikan Ibnu Sina merujuk pada ciri-ciri kopi yang kita kenal saat ini. Dia menyebut minuman tersebut bunshum dan bijinya dengan nama bun.
Kopi menjadi komoditas ekonomi penting di dunia islam. Minuman kopi sangat populer di kalangan para peziarah di kota Mekah, meskipun pernah beberapa kali dinyatakan sebagai minuman terlarang. Para peziarah meminum kopi untuk tetap terjaga ketika beribadah di malam hari.
Popularitas kopi semakin meluas di masa kekhalifahan Turki Ustmani. Di ceritakan minuman kopi menjadi sajian utama di setiap perayaan di Istambul. Di masa ini juga kopi mulai disukai orang-orang Eropa.
Di awal tahun 1600-an para pedagang di Venesia membeli kopi dari pelabuhan Mocha di Yaman. Dari tempat ini menyebar ke daerah Eropa lainnya. Kemudian pada tahun 1668 kopi mulai menyeberang samudera Atlantik dan tiba di New York, kala itu masih menjadi koloni Belanda.

SEJARAH KOPI DI INDONESIA

Sejarah kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa kopi dari Malabar, India, ke Jawa. Mereka membudidayakan tanaman kopi tersebut di Kedawung, sebuah perkebunan yang terletak dekat Batavia. Namun upaya ini gagal kerena tanaman tersebut rusak oleh gempa bumi dan banjir.
Upaya kedua dilakukan pada tahun 1699 dengan mendatangkan stek pohon kopi dari Malabar. Pada tahun 1706 sampel kopi yang dihasilkan dari tanaman di Jawa dikirim ke negeri Belanda untuk diteliti di Kebun Raya Amsterdam. Hasilnya sukses besar, kopi yang dihasilkan memiliki kualitas yang sangat baik. Selanjutnya tanaman kopi ini dijadikan bibit bagi seluruh perkebunan yang dikembangkan di Indonesia. Belanda pun memperluas areal budidaya kopi ke Sumatera, Sulawesi, Bali, Timor dan pulau-pulau lainnya di Indonesia.
Pada tahun 1878 terjadi tragedi yang memilukan. Hampir seluruh perkebunan kopi yang ada di Indonesia terutama di dataran rendah rusak terserang penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix (HV). Kala itu semua tanaman kopi yang ada di Indonesia merupakan jenis Arabika (Coffea arabica). Untuk menanggulanginya, Belanda mendatangkan spesies kopi liberika (Coffea liberica) yang diperkirakan lebih tahan terhadap penyakit karat daun.
Sampai beberapa tahun lamanya, kopi liberika menggantikan kopi arabika di perkebunan dataran rendah. Di pasar Eropa kopi liberika saat itu dihargai sama dengan arabika. Namun rupanya tanaman kopi liberika juga mengalami hal yang sama, rusak terserang karat daun. Kemudian pada tahun 1907 Belanda mendatangkan spesies lain yakni kopi robusta (Coffea canephora). Usaha kali ini berhasil, hingga saat ini perkebunan-perkebunan kopi robusta yang ada di dataran rendah bisa bertahan.
Pasca kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seluruh perkebunan kopi Belanda yang ada di Indonesia di nasionalisasi. Sejak itu Belanda tidak lagi menjadi pemasok kopi dunia.

PERDAGANGAN BIJI KOPI

Berdasarkan catatan International Coffee Organization (ICO), terdapat 4 jenis kopi yang diperdagangkan secara global yakni kopi arabika, kopi robusta, kopi liberika dan kopi excelsa.7 Keempat jenis kopi tersebut berasal dari 3 spesies tanaman kopi. Arabica dihasilkan oleh tanaman Coffea arabica. Robusta dihasilkan tanaman Coffea canephora. Sedangkan liberika dan excelsa dihasilkan oleh tanaman Coffea liberica, persisnya Coffea liberica var. Liberica untuk kopi liberika dan Coffea liberica var. Dewevrei untuk kopi excelsa.
Era awal
Di masa awal kopi hanya dikenal di masyarakat islam di jazirah Arab. Di awal abad ke-17 kopi mulai diperdagangkan ke luar Arab lewat pelabuhan Mocha di Yaman. Para pedagang Arab memonopoli komoditas ini untuk jangka waktu yang lama.

Menginjak abad ke-18, bangsa Eropa mulai memproduksi kopi di luar Arab. Hingga pada tahun 1720 Belanda menggeser Yaman sebagai eksportir kopi dunia. Produk Belanda didapatkan dari perkebunan-perkebunan kopi di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya, saat ini menjadi wilayah Indonesia. Indonesia menjadi produsen kopi terbesar dunia hampir satu abad lamanya.
Pada tahun 1830 posisi Indonesia sebagai produsen kopi terbesar digeser Brasil. Hingga saat Brasil tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dunia.

Dewasa ini kopi ditanam di lebih dari 50 negara di dunia. Brasil, Vietnam, Kolombia, Indonesia dan Etiopia merupakan negara-negara penghasil kopi paling terbesar.
Brasil merupakan penghasil kopi paling dominan. Jumlah produksi kopi kopi berhasil sekitar sepertiga dari total produksi kopi dunia. Pada tahun 2015 Brasil menghasilkan sekitar 2,5 juta ton biji kopi. Produksi kopi di Brasil didominasi oleh jenis arabika sekitar 80%, sisanya robusta. Kopi arabika dinilai lebih baik dan dihargai lebih tinggi dibanding jenis kopi lainnya.
Sementara itu, pada tahun 2015 Indonesia menempati posisi ke-empat negara penghasil kopi. Menurut Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI), sekitar 83% produksi kopi Indonesia dari jenis robusta dan 17% arabika.8 Indonesia juga menghasilkan kopi jenis liberika dan excelsa namun jumlahnya tidak signifikan bila dibandingkan arabika dan robusta.

Sumber & Referensi ;

– Cramer, J.S. 1957. A Review of Literature of Coffee Research in Indonesia. SIC Editorial, Inter-American Institute of Agriculture Science, Turrialba, Costa Rica.
– Gabriella Teggia and Mark Hanusz. 2003. A Cup of Java. Equinox Publishing, Jakarta – Singapore.
– S Oestreich-Janzen. 2013. Chemistry of Coffee on Comprehensive Natural Products II: Chemistry and Biology, p 1085-1113. Elsevier.
William H. Ukers. 1922. All about coffee. The Tea and Coffee Trade Journal Company. New York.
– The Origin of Coffee: Kaldi and the Dancing Goats. Coffee Crossroads.
– Coffee legends. Turkish Style Coffee.
– Glossary Of Terms Used. International Coffee Organization (ICO).
– Areal dan Produksi. Gabungan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI)

Penyusun
Cecep Risnandar / jurnalbumi.com
Diperbarui
21 September 2017 | 11:05 WIB